Selasa, 25 Februari 2014

EKOLOGI DAN GLOBALISASI




OPINI
EKOLOGI DAN GLOBALISASI

Download dalam bentuk word klik DISINI



Belakangan ini sangat mudah ditemui berbagai gedung-gedung yang mulai dibangun di Kota Kupang. usaha ini perlu diapresiasi karena hal ini menandakan Kota Kupang mulai peka dengan perkembangan dunia yang semakin menuntut pembangunan nyata dalam segala aspek kehidupan, termasuk pembangunan berbagai fasilitas umum. Usaha mempercantik wajah Kota Kupang ini terlihat diseputaran Pasir Panjang, Kelapa Lima bahkan jalan ElTari II Kupang. Berbagai gedung pencakar langit mulai bermunculan, mulai dari fondasi hotel, sampai pada aula yang mewah dan restoran berbintang yang megah. Tapi sadar atau tidak sadar, kemegahan yang mulai tampak ini bagaikan membuka kotak “Pandora”. Di satu sisi pembangunan ini merupakan tuntutan perkembangan dunia global, tetapi di sisi lain pembangunan ini secara langsung memberikan dampak terhadap ekologi atau lebih khusus kepada kelestarian lingkungan hidup pesisir dan jalur hijau yang ada di Kota Kupang.

Pembangunan berbagai gedung megah yang ada, sadar atau tidak sadar merupakan dampak dari Globalisasi. Globalisasi adalah era di mana semua aspek kehidupan dituntut untuk turut berkembang seturut keinginan zaman. Kupang sebagai daerah yang berkembang juga turut dituntut untuk menyesuaikan diri dengan arus global. Salah satu indikator Kota Kupang turut menyesuaikan diri adalah dengan dibangunnya berbagai hotel dan bangunan megah yang menggambarkan megahnya pola kehidupan masyarakat berkembang, namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah ukuran kemajuan sebuah kota ditentukan dengan pembangunan gedung-gedung mewah seperti perhotelan yang ada di Kota Kupang?
Pembangunan gedung-gedung megah tersebut memberikan dampak buruk bagi ekologi dan lingkungan hidup. Pembangunan berbagai hotel di sepanjang Kelapa Lima banyak menggunakan daerah pesisir pantai. Meningkatnya pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir yang diakibatkan perkembangan Kota Kupang akan mempengaruhi daya dukung atau kapasitas lingkungan wilayah pesisir, serta menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sekitar jika penggunaannya tidak disesuaikan dengan kaidah-kaidah keberlanjutan. Pada saat ini, dampak dari pemanfaatan ruang terbangun kawasan pesisir belum terlalu berpengaruh besar pada kawasan pesisir Kota Kupang namun jika aktivitas tersebut tidak segera dikurangi tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan dampak yang lebih besar lagi bagi masalah ekologi.  Sesuai aturan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.  Pembangunan di daerah pantai harus memperhatikan dan menjaga daerah pesisir pantai. Lebih jauh lagi, pantai yang dulunya bebas dikunjungi oleh siapa saja kini jadi hak eksklusif bagi kaum yang memiliki uang sejak diberlakukannya HTM (Harga Tiket Masuk) di berbagai hotel dan daerah wisata.

 Di sepanjang jalan ElTari II atau yang lebih dikenal dengan daerah penghijauan juga kini dapat ditemui berbagai hotel dan  kerangka-kerangka bangunan besar yang akan dijadikan hotel berbintang. Seharusnya hal ini harus dihindari karena sesuai dengan peraturan daerah Kota Kupang nomor 7 tahun 2000 tentang ruang terbuka hijau Kota Kupang yang mengharuskan adanya daerah hijau yang berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau. Kurangnya daerah hijau akan  berdampak pada meningkatnya polusi. 

Kembali keberadaan gedung-gedung membuat masyarakat luaslah yang mengalami kerugian jangka panjang. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota. RTH di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat di mana proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% terdiri dari RTH privat. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan  udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Target luas sebesar 30% dari luas wilayah kota dapat dicapai secara bertahap melalui pengalokasian lahan perkotaan secara tipikal (Permen PU No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan).

Namun fakta di lapangan menyatakan bahwa keberadaan RTH yang jauh dari proporsi ideal, kekuatan pasar yang dominan merubah fungsi lahan sehingga keberadaan RTH semakin terpinggirkan bahkan diabaikan fungsi dan manfaatnya. Tata ruang yang diharapkan dapat mengakomodasi seakan tidak berdaya menahan mekanisme pasar. Perangkat hukum mengatur penataan ruang hendaknya diimplementasikan dengan baik oleh pengambil keputusan. Pemerintah harus konsisten dalam menjalankan penataan ruang. Penyediaan RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang. UU Penataan Ruang yang memuat sanksi dapat digunakan sebagai payung hukum  untuk memenuhi kebutuhan RTH.
Keberadaan ini membuat masyarakat diperhadapkan pada dilema, yang mana di satu sisi pembangunan ini menunjukkan perkembangan Kota Kupang yang cukup pesat, terutama dibidang pariwisata. Namun di sisi lain pembangunan ini berpotensi untuk menyumbang berkurangnya Ruang Terbuka Hijau dan kerusakan ekologi. Pemerintah kota yang berkewenangan mengatur tata kota dan perkembangan kotalah yang harus menjadi muara untuk masyarakat bertanya: apakah berbagai pembangunan ini telah memenuhi syarat tata kota? Apakah pelayanan masyarakat menjadi pusat dari pembangunan ini? Ataukah ini hanyalah keuntungan bagi kaum kapitalis dan pemilik modal?

Memang harus diakui meningkatnya pembangunan kota turut mengembangkan perekonomian masyarakat. Tetapi sisi ekonomi bukanlah satu-satunya bagian yang perlu diperhatikan dalam situasi ini. Sebab ekonomi masyarakat yang berkembang tidak akan berarti apabila kenyamanan dan kesejahteraan masyarakat luas terabaikan.

Situasi yang ironis kembali dihadapi ketika kita menyadari bahwa banyak aktifis dan organisasi masyarakat yang terus menyuarakan mengenai pentingnya menyelamatkan bumi dengan melakukan penanaman pohon. Pemerintah pusat dari tingkat nasional sampai ke daerah-daerah juga turut menggalakan program penanaman pohon dengan program-program Kupang Green and Clean. Tidak hanya itu dalam sisi akademik terus dibahas mengenai ekologi dan lingkungan hidup, namun masih kurangnya membangun komunikasi dengan pemerintah sehingga  pemerintah Kota Kupang sendiri terkesan acuh terhadap keberadaan pembangunan yang secara nyata menggangu lingkungan hidup, padahal pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mengatur perijinan pembangunan dan pembelian lahan di Kota Kupang. Kembali kita diperhadapkan pada pertanyaan, apakah globalisasi dan berbagai pembangunan yang terkandung di dalamnya mengganggu kelestarian lingkungan hidup? Ataukah perkembangan kehidupan masyarakat harus dibarengi dengan perkembangan kepekaan kita terhadap kelestarian lingkungan hidup? Kita sebagai manusia yang beragama harus sadar bahwa kita hanya salah satu makluk ciptaan dari Sang Ilahi, sehingga perlu untuk menjaga keberlangsungan hidup semua ciptaan yang lain juga dalam memanfaatkan alam. Selamat berefleksi.


BIODATA PENULIS:
NAMA : SETIAWAN PATTIPEILOHY, S.Th
MAHASISWA PASCASARJANA
UNIVERSITAS  KRISTEN  ARTHA  WACANA  KUPANG

1 komentar:

Posting Komentar